Adat Istiadat Betawi Adalah

Adat Istiadat Betawi Adalah

Makna Filosofis Rumah Adat Betawi

Rumah adat Betawi terdiri dari beberapa macam. Adapun ciri khas yang melekat pada rumah Betawi di antaranya adalah terasnya yang luas. Teras ini memang sengaja dibuat luas, makna filosofisnya sebagai tempat untuk menerima tamu dan untuk berkumpul bersantai dengan anggota keluarga.

Hal ini cukup berbeda dengan rumah jaman modern yang ruang keluarganya biasanya ada di bagian dalam. Akan tetapi rumah adat ini berbeda, justru dengan teras yang luas dapat membuat mereka lebih nyaman untuk bersenda gurau bersama.

Di teras biasanya akan ditempatkan kursi bale-bale dari rotan, bambu, atau kayu jati yang disebut dengan amben. Adapun lantai terasnya memakai gejogan, yang menunjukkan penghormatan pada tamu yang datang ke rumah. Bagi masyarakat Betawi, ternyata gejogan ini cukup sakral. Alasannya karena berhubungan langsung dengan tangga masuk rumah yang diberi nama balaksuji.

Selain itu teras rumah yang luas ini juga memberikan makna bahwa orang rumah atau orang Betawi sangat terbuka dengan kedatangan tamu. Apalagi orang Betawi juga dikenal sangat menghargai pluralisme atau perbedaan antar suku maupun agama. Hal ini sangatlah wajar, mengingat sejarah masyarakat Betawi yang berasal dari perkumpulan beberapa suku di Indonesia.

Ada pula makna lain dari pagar yang dibangun di bagian depan rumah Betawi. Ternyata ada makna filosofis tertentu dari keberadaan pagar yang mengelilingi rumah di bagian depan. Pagar ini bagi masyarakat diartikan sebagai penghalang hal-hal negatif dari luar yang bisa masuk ke rumah. Jadi diharapkan, dengan adanya pagar, suasana di dalam rumah selalu memiliki aura yang positif. Sebab hal-hal negatif telah dihalangi oleh adanya pagar.

Lalu beberapa masyarakat Betawi juga membuat sumur di bagian depan rumah dan membuat makam di sebelah rumah. Tradisi membuat makam di samping rumah memang menjadi tradisi lawas masyarakat Betawi. Maka dari itu, dari dulu masyarakat Betawi dikenal memiliki lahan dan tanah yang luas.

Setiap pembagian ruang yang ada di rumah adat Betawi juga memiliki makna filosofis tersendiri. Berikut adalah karakteristik ruangnya:

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Nah, itulah tadi beberapa hal mengenai rumah adat Betawi yang tak hanya memiliki nilai historis, tapi juga memiliki arsitektur dan makna filosofis yang dalam. Sebagai suku yang terbentuk dari berbagai macam suku, maka menjadi hal wajar bagi masyarakat Betawi untuk menerima perbedaan suku maupun agama.

Apabila ingin mengetahui tentang budaya Betawi lainnya lebih dalam, bacalah buku Gramedia berjudul Ensiklopedia Mini Rumah Adat Nusantara atau dapatkan melalui e-book dengan link berikut.

Hasil Pencarian Baju Anak Adat Betawi

Baju anak adat betawi terbanyak dilihat

Memiliki pagar rendah dengan teras yang luas

Seperti yang sudah dijelaskan di atas sebelumnya, rumah adat di sana memiliki teras yang luas. Pendopo atau teras ini biasanya dilengkapi dengan tempat duduk juga amben atau tempat rebahan. Semua itu disiapkan untuk menjamu tamu yang datang. Artinya, masyarakat Betawi memang sangat terbuka dengan berbagai orang baru, dan tidak memandang suku, agama, maupun ras.

Selain itu, pagar yang dibuat mengelilingi rumah bagian depan umumnya tidak terlalu tinggi. Pagarnya dibuat rendah sekitar 80 cm dengan tebal kira-kira 3 sampai 5 cm. Bahannya dibuat dari kayu. Arti dari pagar rendah ini adalah adanya batas antara dunia luar dengan rumah.

Harapannya, rumah dapat terhindar dari hal-hal negatif yang ada di luar pagar. Kemudian pintu masuk ke rumah juga memiliki arti, yaitu bagi tamu yang datang hendaklah memiliki adab yang baik. Ketika masuk rumah harus melalui depan, bukan belakang.

Tidak memiliki kamar mandi yang digabung dengan bangunan utama

Keunikan pertama yaitu tidak adanya kamar mandi pada rumah adat. Masyarakat Betawi memiliki prinsip-prinsip tertentu yang sudah dipercaya dan dipegang oleh masyarakatnya. Salah satunya yaitu mengatakan, semua kotoran harus disingkirkan dari bangunan utama atau bangunan tempat mereka tinggal.

Hal tersebut dimaksudkan supaya penghuni rumah atau siapa saja yang tinggal di rumah itu tetap bersih baik lahir maupun batin. Maka dari itu, setiap rumah adat Betawi tidak ada yang mempunyai kamar mandi bersatu dengan bangunan utama. Umumnya mereka meletakkan kamar mandi di belakang rumah, terpisah dengan bangunan utama.

Sejarah Rumah Adat Betawi

Sejarah merupakan hal penting yang patut dipelajari. Apalagi bagi sejarah keberadaan rumah adat betawi. Rumah adat betawi ini juga erat kaitannya dengan keberadaan penduduk betawi sendiri. Betawi sendiri berasal dari kata Batavia, yang menjadi julukan kota Jakarta di masa lampau.

Pada saat kolonial Belanda melakukan sensus penduduk tahun 1930, Betawi baru diketahui keberadaannya. Betawi menjadi etnis tersendiri di Indonesia pada masa itu. Mereka disebut sebagai etnis yang mendiami Batavia kala itu. Sebenarnya, etnis Betawi ini merupakan gabungan dari penduduk berbagai daerah. Di antaranya ada Jawa, Bali, Makassar, Sunda dan Sunda yang dahulu didatangkan oleh pemerintah Belanda. Pada akhirnya, pernikahan antar suku tersebut yang mendiami Batavia menjadi penduduk beretnis Betawi.

Jika dilihat lagi, rumah adat Betawi ini dipengaruhi oleh adanya akulturasi budaya. Di mana adanya beberapa suku di daerah Batavia membuat mereka saling melebur. Hasilnya, Anda bisa melihat pada arsitektur bangunan rumah adat betawi.

Terdapat dua budaya yang melebur dalam rumah adatnya, meliputi budaya internasional dan juga lokal. Dari tampilannya, Anda bisa melihat bentuk rumah Betawi hampir mirip dengan rumah Joglo khas jawa tengah. Lalu Anda juga akan melihat beberapa ciri-ciri rumah panggung Sunda di sana. Kemudian, budaya Internasional juga turut terlibat dalam rumah adat Betawi. Ornamen dan hiasan yang dipakai oleh masyarakat Betawi, seperti pada pembuatan pintu dan jendela mengadopsi dari budaya luar negeri, seperti Arab, Eropa, dan China.

Ciri Khas atau Keunikan Rumah Betawi yang Unik

Seperti rumah adat lainnya, rumah adat Betawi juga mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan rumah adat daerah lain. Berikut ini beberapa ciri khasnya:

Menggunakan ukiran dan ornamen yang mempunyai makna

Lalu yang kedua adalah banyaknya ukiran atau ornamen di dalam maupun luar rumah yang mengandung makna. Setiap pajangan pada rumah adat Betawi memiliki makna tersendiri. Selain sebagai hiasan untuk memperindah ruangan, namun ada pula makna yang diharapkan. Berikut adalah arti beberapa ukiran dan ornamen yang biasa ditemui di sana:

Macam-macam Rumah Adat Betawi

Setiap daerah tentu memiliki lebih dari satu rumah adat. Macam-macam rumah adat ini selain menjadi hasil kebudayaan suatu daerah juga menjadi karakteristik kehidupan masyarakat. Di Betawi sendiri yang secara resmi tercatat sebagai rumah adat hanya rumah Kebaya. Akan tetapi, selain itu masih ada beberapa jenis yang juga ada di sana. Di antaranya adalah rumah Panggung, rumah Joglo, dan rumah Gudang.

Meski tidak tercatat secara resmi, namun rumah-rumah tersebut masih ada di Betawi dan dilestarikan oleh penduduk sampai sekarang. Sehingga keberadaannya juga cukup berpengaruh terhadap kebudayaan masyarakat setempat. Untuk lebih detailnya, simak ulasan keempat rumah adat Betawi berikut ini ya:

Kebaya mungkin lebih dikenal sebagai pakaian adat tradisional. Ya, barangkali nama rumah Kebaya memang belum cukup dikenal masyarakat luas. Padahal, rumah jenis ini sudah diakui secara resmi sebagai rumah adat Betawi.

Mengapa disebut Kebaya? Sebab bentuk atap rumah ini mirip dengan pelana yang dilipat. Lalu jika Anda melihatnya dari samping, maka lipatan-lipatan tersebut akan nampak seperti lipatan pada kain kebaya.

Di rumah Kebaya ini juga ada aturan tertentu dalam pembagian ruangnya. Biasanya pemilik rumah membagi ruang menjadi 2 area, satu untuk semi publik (menerima tamu dll) dan satunya untuk ruang pribadi. Area publik umumnya diletakkan di bagian depan, yaitu sebagai teras dan ruang tamu. Jika Anda bertamu ke rumah Kebaya, Anda bisa datang dan duduk dengan leluasa di area tersebut.

Sementara area pribadi rumah Kebaya ada berbagai macam, seperti kamar mandi, kamar tidur, ruang makan, dapur, dan pekarangan rumah. Area inilah yang biasanya hanya boleh dilihat oleh orang tertentu saja, bisa saudara atau kerabat dekat.

Ada pula kamar khusus bagi tamu di rumah ini, diberi nama khusus paseban. Sebagai penghormatan terhadap tamu yang menginap, kamar ini akan dihias dan dibuat sebagus mungkin. Pintunya diberi ukiran, atau atapnya diberi renda seperti kebaya. Namun bisa juga paseban ini dijadikan tempat beribadah apabila tidak ada tamu yang menginap.

Rumah adat Betawi yang kedua adalah rumah Gudang. Biasanya rumah jenis ini akan banyak ditemukan di pedalaman. Seperti yang sudah dijelaskan, beberapa jenis rumah terbentuk berdasarkan lokasi dan budaya di sekitarnya. Jadi, ada aturan yang hanya memperbolehkan masyarakat di daerah pedalaman saja yang bisa membangun rumah Gudang ini.

Adapun bentuk rumah Gudang yaitu memanjang layaknya sebuah persegi panjang. Atapnya memiliki struktur pelana di atas dilengkapi dengan ornamen jurai dan perisai. Lalu struktur kudanya dipakai untuk struktur atap pada rumah gudang.

Di rumah gudang terdapat dua pembagian ruang dengan fungsi berbeda. Ruang bagian depan dipakai untuk menerima tamu, kemudian tengah untuk dapur dan kamar tidur. Rumah Gudang umumnya tidak memiliki bagian belakang, sebab ruang belakang akan digabung dengan ruang tengah.

Rumah adat selanjutnya yaitu rumah panggung. Rumah ini mirip dengan rumah Si Pitung. Adapun bangunan ini biasanya ada di daerah pesisir pantai. Rumah panggung yang tinggi ini telah disesuaikan dengan daerah pesisir, jadi apabila ada pasang air laut rumah masih aman dan tidak terendam air.

Untuk material yang dipakai dalam pembangunan rumah panggung sebagian besar adalah kayu. Selain mudah dibentuk, jaman dulu material kayu jauh lebih mudah untuk ditemukan.

Apabila Anda mengunjungi rumah panggung, maka Anda akan menemukan ornamen-ornamen yang sederhana dan unik khas Betawi. Biasanya ornamen yang dipakai adalah ukiran berbentuk geometris, seperti persegi, ketupat, atau lingkaran. Pemasangannya pun beragam, ada di pintu, jendela rumah, dan bagian lainnya.

Selain dikenal sebagai rumah adat jawa, rumah joglo juga dikenal sebagai rumah adat Betawi. Meski begitu, keduanya tentu tetap memiliki perbedaan. Apabila rumah Joglo Jawa Tengah memiliki atap seperti trapesium, rumah joglo Betawi memiliki atap seperti perahu yang terbalik. Lalu jika Joglo Jawa dikenal dengan adanya penyangga atau soko, maka tidak demikian dengan joglo Betawi.

Rumah adat Betawi Joglo memiliki bentuk bujur sangkar dan bangunannya dibuat memanjang. Lalu, rumah ini dibagi menjadi tiga ruangan. Pertama ruang depan, lalu ruang tengah, dan ruang belakang. Seperti biasa, ruang depan dipakai untuk menerima dan menjamu tamu.

Lalu ruang tengah diisi dengan ruang keluarga dan kamar tidur, tempatnya lebih privasi dari ruang depan. Kemudian ruang belakang digunakan untuk kamar mandi dan dapur. Rumah joglo ini memiliki arsitektur yang lebih luas dari rumah lainnya.

Sehingga yang memiliki rumah Joglo Betawi biasanya adalah masyarakat dengan status sosial tinggi. Selain karena arsitekturnya, material kayunya juga cukup mahal, dan biasanya rumah ini terletak di pinggiran kota.

Belanja di App banyak untungnya:

Patung Guan Yu di Jingzhou

Kisah Sumpah Setia di Kebun Buah Persik

Guan Yu dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei dan Zhang Fei di sebuah kedai arak. Dalam pembicaraan, mereka ternyata cocok dan satu hati, sehingga memutuskan mengangkat saudara. Upacara pengangkatan saudara ini dilaksanakan di rumah Zhang Fei dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik. Liu Bei menjadi saudara tertua, Guan Yu yang kedua dan Zhang Fei yang ketiga.

Bersama-sama mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela negara. Peristiwa ini terkenal dengan nama “Tao Yuan Jie Yi” atau “Sumpah Persaudaraan Di Kebun Persik”, yang sangat dikagumi oleh orang dari zaman ke zaman dan dianggap sebagai lambang persaudaraan sejati. Lukisan tiga bersaudara yang sedang melaksanakan upacara sumpah angkat saudara ini banyak menjadi objek lukisan, pahatan, dan patung keramik yang sangat disukai orang hingga sekarang ini.

Kisah Guan Yu Terluka Oleh Panah Beracun

Pada saat Guan Yu berperang melawan pasukan Negara Wei, Guan Yu terluka oleh panah beracun. Tabib Hua Tuo melakukan bedah lengan Guan Yu tanpa anastesi dan menyembuhkan luka beracun tersebut dengan cara mengikis tulang. Hua Tuo menggunakan pisau untuk mengikis racun yang sudah merasuk ke tulang, hingga mengeluarkan bunyi. Tanpa dibius, Guan Yu tetap santai makan dan minum sambil bermain catur dengan muka senyum, sama sekali tidak tersirat wajah menahan sakit. Tabib sakti Hua Tuo memuji Beliau dengan berkata “Jenderal benar-benar seorang Dewa yang datang dari langit.”

Kekalahan Guan Yu dimulai dari situasi yang tidak menguntungkan di pihaknya. Cao Cao mulai mengajak Sun Quan untuk beraliansi secara diam-diam. Sun Quan yang sejak lama menginginkan kota Jingzhou (yang dikuasai Guan Yu pada waktu itu) agar kembali kedalam wilayah kekuasaannya, setuju dengan Cao Cao dan mengerakan pasukan merebut Jingzhou. Guan Yu akhirnya berhasil dijebak dan ditawan, kemudian dihukum mati karena menolak untuk memihak pada Sun Quan. Karena takut akan pembalasan Liu Bei, kepala Guan Yu dikirimkan ke tempat Cao Cao.

Pada waktu itu, Guan Yu ditangkap bersama Guan Ping, anak tertuanya, dibawa ke tengah perkemahan Sun Quan. Guan Yu hanya tertawa saja ketika dibawa untuk dihukum mati. Algojo yang akan memanggalnya menjadi ketakutan ketika menatap Guan Yu dan dia tidak berani untuk melaksanakan eksekusi itu, tidak ada prajurit biasa yang berani. Akhirnya Jenderal Pan Zhang dengan menggunakan Golok Naga Hijau memenggal kepala Guan Yu.

Cao Cao yang sejak lama kagum kepada Guan Yu memakamkan kepalanya setelah disambung dengan tubuh dari kayu cendana secara agung. Kuburan Guan Yu terletak di propinsi Henan kira-kira 7 km sebelah utara kota Louyang. Pemandangan di situ sangat indah, sedangkan bangunan kuburannya sangat megah seakan-akan sebuah bukit kecil dari kejauhan. Sekeliling bangunan itu ditanami pohon Bai (Cypress) yang selalu hijau, melambangkan semangat Guan Yu yang tidak pernah padam dan abadi dari jaman ke jaman. Pohon-pohon itu kini sudah menghutan dan ratusan tahun umurnya, sebab itu tempat tersebut dinamakan Guan Lin. Batu nisannya adalah hadiah dari kaisar Dinasti Qing, dimana makam itu telah dipugar kembali.

Berdekatan dengan Guan Lin, terdapat sebuat kelenteng peringatan untuk mengenang Guan Yu, yang dibangun pada jaman Dinasti Ming. Kelenteng itu merupakan hasil seni bangunan dan seni ukir yang bermutu tinggi, sehingga merupakan objek wisata yang selalu dikunjungi para wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri. Kelenteng peringatan Guan Yu terdapat di Jiezhou, propinsi Shanxi. Jiezhou, yang pada jaman San Guo disebut Hedong, adalah kampung halaman Guan Yu. Kelenteng itu memiliki keindahan bangunan dan arsitektur yang sangat mengagumkan dan merupakan salah satu objek wisata terkemuka di Shanxi.

Belanja di App banyak untungnya:

Anda mungkin ingin melihat